Senin, 11 Mei 2015

Perempuan Butuh Kebangkitan Pemikiran Bukan Pemberdayaan


         Di zaman modern ini, sudah sangat lazim jika melihat perempuan yang bekerja di luar rumah demi karirnya. Semua itu dilakukan untuk mendapatkan uang. Levelnya pun beragam, ada yang kerja di perusahaan besar dan ada pula yang hanya menjadi buruh pabrik. Tujuan mereka bekerja tidak lain atas dasar ingin menyamakan kedudukan perempuan layaknya laki-laki. Yang kini lebih dikenal dengan isu emansipasi atau kesetaraan gender. Sosok suami yang notabene-nya bertanggung jawab dalam menafkahi anak dan istrinya, seringkali penghasilannya tidak mencukupi kebutuhan pokok keluarga. Hal itulah yang mendorong sang istri untuk ikut bekerja seperti suami. Tak jarang pula sang istri merasa lebih bangga jika penghasilannya bisa menyetarai sang suami atau bahkan melebihinya.
Maka munculah istilah “empowerment” atau bisa diartikan sebagai pemberdayaan perempuan dengan sudut pandang finansial atau materi. Yang menyatakan bahwa kesetaraan perempuan dengan laki-laki bisa diraih dengan indikator uang/materi. Maka tak heran  jika segelintir perempuan rela menjadi TKW demi mengais rupiah di negeri orang. Meskipun dengan resiko harus meninggalkan suami dan anak. Tak jarang pula nasib mereka sungguh menderita.
Jika diteliti, banyak sekali permasalahan yang muncul akibat banyaknya perempuan yang bekerja diluar rumah, seperti tingginya tingkat perceraian dari tahun ke tahun, maraknya anak-anak pecandu narkoba, seks bebas dan lain sebagainya. Mengapa dampak tersebut juga menimbulkan persoalan pada anak? Itu semua disebabkan karena kurangnya perhatian orang tua terutama ibu terhadap anaknya. Perempuan yang merangkap peran sebagai ibu rumah tangga sekaligus berkarir acap kali lalai akan tugasnya sebagai ibu dan istri, padahal sejatinya tugas perempuan ialah mendidik generasi dan mengurus suaminya. Tak jarang ditemui perempuan yang baru saja pulang kerumahnya dari tempat ia bekerja dalam keadaan lelah. Hal ini merupakan salah satu pemicu kelalaian terhadap tanggung jawabnya didalam rumah.
Usut punya usut, gagasan “empowerment” yang berdampak besar tersebut didukung oleh pemerintah. Dengan bukti dibentuknya Kementrian Pemberdayaan Perempuan. Yang beranggapan bahwa perempuan bisa berdaya jika dapat menghasilkan finansial layaknya kaum pria. Padahal sejatinya hal tersebut menimbulkan kontradiksi dengan kodrat perempuan itu sendiri. Yang berperan sebagai ummun warobatul baitatau pengurus rumah tangga dan pendidik generasi. Bahkan bila ditelusur pada fakta sejarah, RA Kartini yang sering dijadikan ikon pemberdayaan perempuan, tidak melalui jalan ini dalam kehidupannya.
            Oleh sebab itu, “empowerment” tidak bisa dijadikan parameter kesejahteraan perempuan. Finansialyang dihasilkan dari perempuan yang bekerja justru tidak membuat perempuan menjadi bangkit. Bahkan kondisinya semakin terpuruk. Maka kebangkitan lah yang harus dilakukan perempuan agar perempuan benar-benar bisa dikatakan berhasil karena kembali kepada fitrahnya sebagai ibu. Kebangkitan ini berupa kebangkitan pemikiran.Yaitu saat perempuan merenungkan dan menemukan hakikat hidup di dunia ini secara benar.Hakikat hidup ini berupa kesadaran akan asal, tujuan dan akan kemana manusia dan kehidupan ini.
            Bagi yang berfikir rasional maka akan sampai pada kesadaran bahwa kehidupannya berasal dari Pencipta dan tujuan hidup di dunia ini hanya untuk beribadah kepada Sang Khaliq. Ibadah di sini mencakup makna yang luas, yakni menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Tak hanya sebatas menjalankan ibadah ritual belaka. Tetapi juga memahami bahwa semua perbuatannya diselaraskan dengan aturan dari Sang Khaliq.Sehingga seluruh langkah yang dilakukan tetap berada dalam koridor-Nya.
            Perempuan dan laki-laki diciptakan tidak ada perbedaan. Keduanya memiliki derajat yang sama di hadapan Sang Khaliq, hanya ketaqwaanlah yang membedakan keduanya. Laki-laki dan perempuan mempunyai kewajiban yang sama dalam hal ibadah ritual, menuntut ilmu,dakwah, dan lain sebagainya. Terlepas dari itu, laki-laki dan perempuan juga memiliki hak yang sama dalam ber-mu’amalat seperti Jual-Beli, dan Aqad-Aqad (perjanjian) lainnya. Akan tetapi, menjadi berbeda jika hukum yang ditetapkan khusus bagi salah satu dari keduanya.
            Lantas bagaimana kita menyikapi berbagai fenomena kehidupan yang ada saat ini?  Saat ini marak gagasansebagaimana yang diyakini sebagiankaum feminis yang menyatakan bahwa perempuan yang hanya menjadi ibu rumah tangga dianggap tidak produktifdan mengekang. Hal ini berbeda jika dilihat dari perspektif Islam. Islam justru memandangnya sebagai hal yang mulia dan menjanjikan pahala yang besar pada sosok ibu.
            Meskipun peran ibu merupakan kewajiban utama namun Islammengijinkan perempuan memiliki peran yang luas. Islam masih membolehkan perempuan bekerja karena hukum asalnya mubah(boleh), berkontribusi di tengah masyarakat, dan lain-lain. Tak hanya mengurusi rumah tangga saja. Perempuan semestinya sadar akan perannya yang mulia ini. Hanya saja kemuliaan ini akan tercapai jika didahului dengan langkah awal menuju kebangkitanhakiki, berupa kebangkitan pemikiran.
Oleh karena itu kami santri putri Pondok Pesantren Taruna Panatagama menyatakan bahwa :
1.      Mengkritisi dan menolak dengan tegas menjadikan gagasan pemberdayaan perempuan sebagai solusi persoalan perempuan.
2.      Berupaya mewujudkan kebangkitan yang hakiki bagi perempuan yaitu melalui kebangkitan pemikiran. Yaitu kesadaran akan asal, tujuan dan akan kemana kehidupan ini.
3.      Menyerukan kepada segenap pihak, khususnya perempuan, untuk menjadikan kebangkitan pemikiran sebagai langkah awal bagi penyelesaian persoalan perempuan.
4.      Mengajak kepada segenap pihak untuk menjadikan ketentuan syariat Sang Khaliq sebagai solusi tuntas persoalan kehidupan, salah satunya persoalan perempuan.
            Semoga Allah SWT selalu bersama sama dalam setiap langkah kehidupan kita.
Pemberdayaan Menindas Wanita

Perempuan Mulia dengan Kebangkitan Pemikiran Bukan dengan Pemberdayaan
Wanita butuh Kebangkitan Pemikiran


Sanpi kelas 9, 10, dan 11 mengadakan aksi di bundaran UGM


Penyebar nasyroh terjun di jalanan untuk menyampaikan opini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About